REVISI UU PILKADA SERENTAK
Imam M Kamal *)
Pilkada
serentak Tahun 2015 menghadirkan fenomena calon tunggal, di 3 (tiga) daerah yang
hanya memiliki calon tunggal adalah Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat,
Kabupaten Blitar di Jawa Timur, serta Kabupaten Timor Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sedangkan satu daerah lagi yaitu di Kota Mataram di Nusa Tenggara Barat (NTB)
Pasangan Salman-Jannah
Hamdiana memenangkan gugatan ke KPU Kota Mataram, setelah gugatannya dikabulkan
Panwaslu Kota Mataram. Sejumlah daerah yang memiliki calon dua pasangpun masih
kemungkinan berakhir dengan calon tunggal, seperti di Indramayu, calon wakil
bupati Rasta Wiguna yang mengundurkan diri.
Selain itu ada upaya hukum
ke Mahkamah Konstitusi yang dilakukan sejumlah pihak mengenai calon tunggal.
Fenomena calon tunggal ini , banyak faktor yang mendukungnya : pertama
persyaratan calon dari perseorangan yang cukup berat, kedua putusan MK, dimana anggota
DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota harus mengundurkan diri.
Ketiga kalkulasi ongkos politik melawan calon pertahana
Hadirnya fenomena Calon
tunggal peran dan fungsi partai politik kembali dipertanyakan, apa saja yang
telah dilakukan parpol, sampai terjadi calon tunggal di sejumlah daerah.
Politik bukan hitungan satu tambah satu, namun ada banyak kepentingan yang
mengikuti.
Jalan keluar yang sempat
mencuat adalah Perppu Pilkada Serentak, keluarnya Perppu ini menjadi pro
kontra, pihak yang pro , solusi bagi daerah yang habis masa jabatannya, dengan
adanya perppu tidak menghambat jalannya roda pemerintahan, juga biaya yang sudah
dikeluarkan selama tahapan Pilkada berlangsung tidak mubazir. Sedangkan bagi
yang kontra Perppu Pilkada Serentak tidak memenuhi unsur kegentingan, serta
penundaan Pilkada disejumlah daerah tidak akan menghambat roda pemerintahan.
Pekerjaan Rumah yang menjadi
persoalan sekarang, jika UU Pilkadanya tetap, maka fenomena calon tunggal pada
Pilkada serentak selanjutnya Tahun 2017 akan terulang, untuk itu alternatif
yang paling memungkinkan adalah adanya sejumlah revisi pasal-pasal dalam UU
Pilkada bukan dengan Perppu, Beberapa pasal yang harus diubah adalah ambang
batas pencalonan, untuk perseorangan sebaiknya kembali keaturan lama, sedangkan
bagi parpol syarat 20 % kursi dan 25 % suara pemilu dihapuskan, cukup parpol
yang mempunyai kursi di DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota berhak mengajukan
calon pada Pilkada dimasing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pada aturan lama calon
perseorangan dengan penduduk diatas 1 juta , hanya 3 %, sedangkan pada aturan
baru 6,5 %, dari sisi administrasi hal ini cukup memberatkan, juga biaya yang
dikeluarkan untuk verifikasi berkas.
Sedangkan penghapusan syarat
20 % kursi dan 25 % suara pemilu, diharapkan mendorong lahirnya kader-kader
partai politik dan keberanian partai
politik mengajukan pasangan untuk dicalonkan menjadi Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
Dalam UU Pilkada No. 8 Tahun
2015 yang sekarang, sudah ada beberapa
aturan yang meringankan pendanaan kampanye masing masing pasangan calon yaitu :
pengadaan bahan dan alat peraga kampanye yang dibiayai negara. Sehingga
pelonggaran syarat pencalonan bisa meningkatkan partisipasi politik warga
negara dalam pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
Akhirnya kita berharap
fenomena calon tunggal bisa segera diatasi oleh para pengambil kebijakan, dan
roda pemerintahan berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan, serta terpilih
calon-calon yang memiliki latar belakang bersih, profesional, dan memiliki visi
misi dalam membangun daerahnya masing-masing berdasarkan potensi daerah, serta
mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
*) Analis Politik
No comments:
Post a Comment