AHOK. TAI dan DEMOKRASI
Demokrasi
kita menempatkan Ahok sebagai gubernur menggantikan Jokowi yang terpilih
menjadi Presiden, Ketika publik, melihat Ahok bicara Tai , Bangsat dll, publik
dibuat kaget , sebagai pemimpin publik Ahok tidak memberikan contoh yang baik,
namun bagi pendukungnya sikap Ahok adalah wajar, Santun itu tidak korupsi
begitulah pembelaan kubu ahok.
Tai,
Bangsat di depan publik dengan menggunakan frekuensi publik adalah buah
reformasi 98 dan demokrasi yang kita nikmati, sehingga timbul pro kontra, bagi
pendukung sikap ahok adalah keberanian ahok untuk bersikap menghadapi kondisi
DKI yang sangat pelik, sedangkan bagi yang kontra sikap yang tidak pantas bagi seorang pemimpin pada jabatan
publik, bahkan di kalangan kontra ada langsung menyerang dengan sebutan
Gubernur Kafir.
Kita
harus fair menilai bahwa ketika ahok menggunakan frekuensi publik untuk
mengumbar kata-katanya serta sikapnya, maka wajar jika ada perlawanan dengan
menggunakan frekuensi publik.
Menjelang
Pilkada DKI, Situasi semakin bertambah panas sehubungan kasus Rumah Sakit Sumber
Waras dan Proyek Reklamasi ,situasi ini akan semakin mengkristal menjelang hari
pencalonan dan pemilihan, situasi yang sangat dinamis ini tentunya harus
disikapi secara dewasa oleh publik, publik butuh pemimpin yang tidak tersangkut
korupsi, bersikap tegas, tapi juga santun sesuai adat ketimuran, fenomena ahok
adalah fenomena yang wajar dalam alam demokrasi, tidak harus di jegal biarkan
ahok melenggang menuju pilgub, biarlah rakyat DKI Jakarta yang menentukan apak
ahok layak memimpin jakarta lagi, atau cukup sampai disini.
Biarlah tai, bangsat, dan
gubernur kafir berada di area publik kita karena kita sudah sepakat ini lah
demokrasi yang kita sepakati, anggap hal itu biasa saja, dan hanya yang
terpenting, sikap dewasa kita yang dituntut, keluwesan dalam memahaminya
No comments:
Post a Comment