Wednesday, 20 April 2016

PKS BERDIKSI DENGAN KEADAAN

PKS BERDIKSI DENGAN KEADAAN
Imam M Kamal*)

PKS menyambut milad 18 Tahun memulai dengan hentakkan yang tidak diprediksi sebagian orang  yaitu Pemecatan Fahri Hamzah dari Keanggotaan Partai di Semua Tingkatan termasuk dicopotnya Fahri Hamzah dari Kursi Wakil Ketua DPR RI.
Mundur kebelakang 18 Tahun bukanlah waktu yang sedikit, Partai yang diawali oleh aktivis dakwah kampus, berawal dari Partai Keadilan yang ikut terlibat di Pemilu 1999, dengan perolehan 7 Kursi, setelah bermetamorsis menjadi Partai Keadilan Sejahtera, suara PKS melejit menjadi 45 Kursi pada Pemilu 2004, sebagai bintang pemilu 2004 bersama Partai Demokrat, selanjutnya pada Pemilu 2009 memperoleh tambahan kursi menjadi 57 Kursi, Badai menyelimuti PKS ketika media Januari 2013, Presiden PKS LHI ditangkap KPK, karena terlibat suap daging sapi Impor, yang melibatkan koleganya AF. Badai disikapi dengan cepat oleh PKS, sehingga pada Pemilu 2014 PKS masih bisa memperoleh 40 Kursi, sehingga lolos dari ambang batas parpol di DPR RI.
Perjalanan 18 Tahun, membuat jajaran elit di PKS merevitalisasi lagi gerak politiknya, jargon sebagai Partai Dakwah, Bersih, Jujur, Profesional dan Berkhidmat Untuk Rakyat mulai digelorakan lagi. Arah kebijakan PKS dibawah duet Habib Salim dan Sohibul Iman cenderung kearah soft strategy , dimana beberapa waktu lalu PKS melaksanakan sowan ke Presiden Jokowi dan menyatakan diri sebagai oposisi loyal, gaya Fahri Hamzah sudah dianggap tidak cocok dengan kebijakan PKS sekarang.
Ini bisa dimaklumi, pertama sudah semakin banyak kader-kader PKS yang menjadi Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota, Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati di seluruh Indonesia, tentunya PKS sebagai partai yang beroposisi tetap mendukung program program Pemerintahan Jokowi-JK melalui kader-kader yang duduk di kursi eksekutif sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota, Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati di seluruh Indonesia. Kedua Pemerintahan Jokowi-JK sedang menghadapi situasi perekonomian dunia yang bergejolak, jatuhnya harga minyak dunia , PHK di Pabrik-pabrik, harga Dolar yang tinggi, tentunya opisisi yang ditampilkan PKS tidak ingin gaduh terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Ketiga Kasus korupsi yang melibatkan kader-kader PKS di Pemerintahan , membuat PKS melakukan kalkulasi ulang, tentang peluang yang mungkin terjadi menimpa kader-kader PKS yang sudah turun dari kursi Pemerintahan, misalnya menteri, gubernur, walikota dan bupati, anggota DPR/DPRD.
Namun demikian PKS harus tetap tegar menatap Pemilu 2019 dengan optimis, adapun yang harus dilakukan adalah :
Pertama Memaksimalkan peran kader di Pemerintahan baik sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota, Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati, agar menjalankan pemerintahan yang bersih, berprestasi dan tidak dibebani sumbangan Partai yang memberatkan sehingga bisa terjerat kedalam korupsi, biarlah mereka bekerja dengan sungguh-sungguh.
Kedua Menyiapkan kader yang potensial untuk menjadi Calon Presiden dan Wakil Presiden untuk Pemilu 2019, dimana Pemilu 2019 sebagai Pemilu serentak pertama Pemilu Presiden dan Legislatif dilaksanakan bersamaan, sehingga muncul tokoh yang layak jual akan mendorong perolehan suara PKS.
Ketiga Berperan aktif dalam isu-isu politik lokal kemiskinan, tidak ada pekerjaan, dll, anggota DPRD jangan berdiam diri dengan keadaan , mereka harus mampu menghasilkan harapan-harapan pada PKS untuk Pemilu 2019, sering-seringlah mereka turun ke bawah bertemu dengan rakyat tidak hanya masa kampanye, pemilu, dan pilkada.
Keempat, Memperluas diskusi kebangsaan dengan elemen bangsa lainnya, dimana pihak-pihak yang selama ini benci kepada PKS,  diajak diskusi dan diminta masukannya, bagi perkembangan PKS kedepan.
Kelima Lebih merapatkan kader-kadernya jangan sampai terkena kasus korupsi, kena operasi tangkap tangan KPK, cukuplah kasus LHI, Gatot jadi cermin PKS, karena kasus korupsi akan memberatkan partai dan menguras energi Partai Politik dalam menghadapi opini publik

Akhirnya jikapun PKS berdiksi dengan keadaan, PKS harus tetap menampilkan wajah Partai Politik Islam yang modern, namun terasa keindonesiaannya, tidak meninggalkan basis massa sejatinya demi keuntungan kursi dan jabatan.

No comments:

Post a Comment