PKS BERDIKSI DENGAN KEADAAN
Imam M Kamal*)
PKS menyambut milad 18 Tahun memulai
dengan hentakkan yang tidak diprediksi sebagian orang yaitu Pemecatan Fahri Hamzah dari Keanggotaan
Partai di Semua Tingkatan termasuk dicopotnya Fahri Hamzah dari Kursi Wakil
Ketua DPR RI.
Mundur kebelakang 18 Tahun bukanlah
waktu yang sedikit, Partai yang diawali oleh aktivis dakwah kampus, berawal
dari Partai Keadilan yang ikut terlibat di Pemilu 1999, dengan perolehan 7
Kursi, setelah bermetamorsis menjadi Partai Keadilan Sejahtera, suara PKS
melejit menjadi 45 Kursi pada Pemilu 2004, sebagai bintang pemilu 2004 bersama
Partai Demokrat, selanjutnya pada Pemilu 2009 memperoleh tambahan kursi menjadi
57 Kursi, Badai menyelimuti PKS ketika media Januari 2013, Presiden PKS LHI ditangkap
KPK, karena terlibat suap daging sapi Impor, yang melibatkan koleganya AF. Badai
disikapi dengan cepat oleh PKS, sehingga pada Pemilu 2014 PKS masih bisa
memperoleh 40 Kursi, sehingga lolos dari ambang batas parpol di DPR RI.
Perjalanan 18 Tahun, membuat jajaran
elit di PKS merevitalisasi lagi gerak politiknya, jargon sebagai Partai Dakwah,
Bersih, Jujur, Profesional dan Berkhidmat Untuk Rakyat mulai digelorakan lagi. Arah
kebijakan PKS dibawah duet Habib Salim dan Sohibul Iman cenderung kearah soft strategy
, dimana beberapa waktu lalu PKS melaksanakan sowan ke Presiden Jokowi dan
menyatakan diri sebagai oposisi loyal, gaya Fahri Hamzah sudah dianggap tidak
cocok dengan kebijakan PKS sekarang.
Ini bisa dimaklumi, pertama sudah
semakin banyak kader-kader PKS yang menjadi Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota,
Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati di seluruh Indonesia, tentunya PKS
sebagai partai yang beroposisi tetap mendukung program program Pemerintahan
Jokowi-JK melalui kader-kader yang duduk di kursi eksekutif sebagai Gubernur,
Wakil Gubernur, Walikota, Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati di seluruh
Indonesia. Kedua Pemerintahan Jokowi-JK sedang menghadapi situasi perekonomian
dunia yang bergejolak, jatuhnya harga minyak dunia , PHK di Pabrik-pabrik,
harga Dolar yang tinggi, tentunya opisisi yang ditampilkan PKS tidak ingin
gaduh terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Ketiga Kasus korupsi yang melibatkan
kader-kader PKS di Pemerintahan , membuat PKS melakukan kalkulasi ulang,
tentang peluang yang mungkin terjadi menimpa kader-kader PKS yang sudah turun
dari kursi Pemerintahan, misalnya menteri, gubernur, walikota dan bupati,
anggota DPR/DPRD.
Namun demikian PKS harus tetap tegar
menatap Pemilu 2019 dengan optimis, adapun yang harus dilakukan adalah :
Pertama
Memaksimalkan peran kader di Pemerintahan baik sebagai Gubernur, Wakil
Gubernur, Walikota, Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati, agar menjalankan
pemerintahan yang bersih, berprestasi dan tidak dibebani sumbangan Partai yang
memberatkan sehingga bisa terjerat kedalam korupsi, biarlah mereka bekerja
dengan sungguh-sungguh.
Kedua
Menyiapkan kader yang potensial untuk menjadi Calon Presiden dan Wakil Presiden
untuk Pemilu 2019, dimana Pemilu 2019 sebagai Pemilu serentak pertama Pemilu
Presiden dan Legislatif dilaksanakan bersamaan, sehingga muncul tokoh yang
layak jual akan mendorong perolehan suara PKS.
Ketiga
Berperan aktif dalam isu-isu politik lokal kemiskinan, tidak ada pekerjaan, dll,
anggota DPRD jangan berdiam diri dengan keadaan , mereka harus mampu
menghasilkan harapan-harapan pada PKS untuk Pemilu 2019, sering-seringlah
mereka turun ke bawah bertemu dengan rakyat tidak hanya masa kampanye, pemilu,
dan pilkada.
Keempat,
Memperluas diskusi kebangsaan dengan elemen bangsa lainnya, dimana pihak-pihak
yang selama ini benci kepada PKS, diajak
diskusi dan diminta masukannya, bagi perkembangan PKS kedepan.
Kelima
Lebih merapatkan kader-kadernya jangan sampai terkena kasus korupsi, kena
operasi tangkap tangan KPK, cukuplah kasus LHI, Gatot jadi cermin PKS, karena
kasus korupsi akan memberatkan partai dan menguras energi Partai Politik dalam
menghadapi opini publik
Akhirnya jikapun PKS berdiksi dengan
keadaan, PKS harus tetap menampilkan wajah Partai Politik Islam yang modern,
namun terasa keindonesiaannya, tidak meninggalkan basis massa sejatinya demi
keuntungan kursi dan jabatan.
No comments:
Post a Comment