Wednesday, 13 April 2016

PEMILU, dan PR Penguatan Kelembagaan Institusi Politik

PEMILU, dan PR Penguatan Kelembagaan Institusi Politik
Oleh : Imam Mustofa Kamal *)
PEMILU 2014 adalah Pemilu keempat pada era Reformasi, setelah Pemilu 1999, Pemilu 2004, Pemilu 2009, sudah seharusnya Pemilu 2014 bisa menghasilkan kualitas demokrasi yang lebih baik dari penyelenggaraan Pemilu-pemilu sebelumnya.
Pemilu sebelumnya secara umum telah berlangsung sukses, namun belum bisa menghasilkan Politisi yang berkualitas negarawan, sebagian besar menurut ahli masih berperilaku sebagai saudagar dagang, serta melakukan praktek korupsi, kolisi dan nepotisme hal ini tetrbukti dengan banyaknya politisi dari berbagai Partai Politik terjerat kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Berkaca pada Pemilu-pemilu sebelumnya , serta hasil survey dari beberapa lembaga survey, sangat besar kemungkinan Pemenang Pemilu belum bisa mencapai 50 % + 1, walaupun pengaruhnya tidak ada signifikansi dengan peguasaan Pemerintah, boleh jadi Pemilu 2014 menghasilkan hasil dramatis seperti Pemilu 1999 dan pemilu 2004 pemenang pemilu tidak berhasil menjadi Pemenang Pemilihan Presiden, padahal idealnya Pemenang Pemilu, dia yang berhak mengendalikan jalannya Pemerintahan baik sendiri maupun koalisi.
Penguatan institusi disini, Partai Pemenang Pemilu 50 % + 1 sudah sewajarnya mereka berhak mengendalikan Pemerintahan, untuk Pemilu 2014  saat ini, masih mungkin  beda partai  antara partai penguasa Parlemen dengan Partai Pengendali Pemerintahan.
Mari kita kembali memepertanyakan kewenangan DPD serta posisinya dalam Sistem Politik Indonesia mau dimasukan kedalam kamar yang mana ?, dengan gaji yang cukup fantastis, bebagai fasilitas yang dinikmati, termasuk hak keuangan dan protokoler sebagai Pejabat Negara, bagaimana membuat ukuran kinerja DPD?  jangan sampai kita memiliki lembaga Negara  yang boros tanpa ukuran kinerja yang jelas.

 PR Penguatan Kelembagaan Institusi Politik ?
Integritas Penyelenggara Pemilu, sejatinya diuji bukan pada saat seleksi oleh Timsel, tetapi ketika pelaksanaan Pemilu integritas penyelenggara pemilu diuji. Perbaikan Penyelenggaraan Pemilu, perbaikan dalam Undang-Undang Pemilu , institusi penyelenggara Pemilu, Partai Politik Peserta Pemilu dimana data DKPP, jumlah yang dinyatakan melanggar kode etik dan dipecat selama tahun 2013 mencapai 86 orang. Diberhentikan sementara di tahun yang sama sebanyak 13 orang dan mendapatkan peringatan 112 komisioner KPU dan Bawaslu,  Jumlah ini lebih banyak daripada tahun 2012, dimana  31 penyelenggara pemilu yang dipecat DKPP.
Pola Rekrutmen Politik Oleh Partai Politik, sejak PNS dilarang bepolitik banyak sumber daya manusia yang unggul lebih memilih berkarier menjadi PNS, daripada menjadi anggota Partai Politik, SDM partai menjadi cukup lemah bahkan untuk teknis administrasi saja banyak kekurangan. Atau tidak jarang partai politik hanya menampung pensiunan yang masih punya ambisi politik. Padahal sejatinya Partai Politik menjadi lembaga kaderisasi rakyat untuk menghasilkan Pemimpin bangsa dan negara !
SUARA antara Tuntutan Rakyat dan Sikap Apatisme Rakyat
Tren penurunan tingkat partisipasi rakyat saat ini sudah tergambar dalam pelaksanaan Pemilukada apalagi jika pemilihan gubernur dan wakil gubernur  serta pemilihan bupati/wakil bupati atau walikota dan wakil walikota dalam waktu yang berdekatan.
Pemilu sebagai Saluran aspirasi harus ada akuntabilitas yang jelas dari para wakil rakyat.
Menyedihkan jika Pemilu hanya menjadi ajang mencari lowongan pekerjaan, sejatinya Pemilu menghasilkan wakil Rakyat yang sudah bebas secara finansial dalam artian tidak mengambil manfaat dari anggaran tetapi menjadi wakil yang memperjuangkan aspirasi rakyat, penyambung lidah rakyat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan, bukan hanya “mewakili” kesejahteraan sementara rakyatnya tetap miskin. Pemilu tidak sekedar pemilihan untuk perebutan posisi untuk mengisi jabatan politik, tetapi lebih dari itu upaya Penguatan Kelembagaan Institusi Politik,

No comments:

Post a Comment