Monday, 19 September 2016

RUANG KOMPROMI UU PEMILU SERENTAK



RUANG KOMPROMI UU PEMILU SERENTAK
Imam M Kamal *)
Pemilu 2019 adalah pemilu serentak pertama Pemilihan legilatif anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta Pemilihan Presiden, sebagaimana amanat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor : 14/PUU-XI/2013. MK mempertimbangkan tiga hal pokok , yakni kaitan antara sistem pemilihan dan pilihan sistem pemerintahan presidensial, efektivitas dan efisiensi penyelenggaran pemilihan umum serta hak warga negara untuk memilih secara cerdas.
UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012 sebelumnya mengatur bahwa tahapan Pemilu dimulai 30 Bulan sebelum pelaksanaannya, Tentunya Pemilu 2019, perlu ada payung hukum berupa Undang-undang yang mengatur keserentakannya, pileg dan pilpres, ini akan menjadi pekerjaan rumah Pemerintah dan DPR untuk merumuskan kembali Revisi UU Paket Pemilu. Rancangan Revisi UU  Pemilu (UU Parpol, UU Pemilu, UU Pilpres) tentunya nanti akan kembali mengundang perdebatan panas di DPR, setidaknya ada 4 (empat) ruang kompromi menarik yang akan mengemuka pada pembahasan UU Paket Pemilu diantaranya :
1.      Proporsional terbuka dan tertutup ?
2.      Ambang Batas Parpol di Parlemen ?
3.      Ambang Batas Pengajuan Calon Presiden dan Wapres apakah diatur ?
4.      Syarat-syarat Partai Politik ?
Pertama, kembali masalah sistem Proporsional terbuka dan tertutup tetap akan menjadi bahasan yang menarik , alasan pertama ini terutama desakan sejumlah kalangan politisi, dari semakin maraknya politik uang, menjelang Pemilu Legislatif 2014, sehingga beberapa calon yang potensial tersungkur oleh calon-calon yang memiliki sumber dana yang besar. Alasan Kedua kaderisasi di tubuh Parpol jika calon yang menang adalah calon eksternal, yang sebelumnya hanya untuk menarik pemilih,  jelas merugikan parpol yang berusaha membina kadernya siang malam , ketika pemilu yang dapat suara yang memiliki sumber dana yang melimpah. Alasan Ketiga Sesuai UUD 1945 Pasal 22 E ayat (3) Peserta Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Partai Politik. Walaupun saat ini beredar keinginan dari Pemerintah Pemilu menggunakan sistem terbuka terbatas.
Kedua,  Ambang batas Parpol di Parlemen yang pada pemilu 2014 diatas 3,5 %, ini sebagai upaya untuk penyederhanaan parpol, namun bagi sejumlah kalangan politisi ambang batas  diatas 3,5 %, tersebut telah menghilangkan jutaan hak suara pemilih yang harusnya terwakili di Parlemen, persoalan ambang batas, akan kembali menyita waktu perdebatan apalagi jika ambang batas kembali naik menjadi 5 %, tentunya jika diberlakukan akan kembali menghilangkan kembali perwakilan beberapa partai politik di Parlemen. Namun sebaiknya tidak dengan menaikan ambang batas parpol di parlemen tapi penyederhanaan partai politik adalah dengan akomodasi adanya parpol kubu oposisi dalam Parlemen, sehingga di parlemen hanya ada parpol kubu oposisi dan parpol kubu pemerintah, setuju dengan pendapat Prof. Jimly, di DPR  Ketua DPR didampingi 2 wakil ketua DPR, wakil 1 dari kubu pemerintah, 1 dari kubu oposisi, dengan memperbanyak sub-sub komisi. Ini tentunya harus dicapai kesepakatan para elit partai politik dan pemerintah.
Ketiga, Ambang batas Pengajuan Calon Presiden dan Wakil Presiden, karena pemilu 2019 adalah pileg dan pilpres yang serentak, sehingga ambang batas mana yang dipakai? apa hasil pemilu 2014 ?  padahal hasil pemilu 2014 sudah dipakai waktu pendaftaran pilpres 2014, sehingga pada pemilu 2019, semua parpol modalnya nol persen (0%), sehingga tidak ada persyaratan persentase dukungan suara Partai politik untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden, hal yang mungkin terjadi pada pemilu 2019 dan sudah pernah terjadi pada pemilu 2014, presiden terpilih bukan berasal dari parpol pemenang pemilu. Karena pemilu 2019 serentak, maka ini akan menarik apakah pilihan parpol akan menjadi preferensi memilih calon presiden dan wakil presiden, atau sebaliknya calon presiden dan wakil presiden yang menarik pemilih akan meningkatkan suara partai politik.
Keempat, Syarat-syarat Partai Politik yang sudah diatur pada UU no. 2 tahun 2011 sudah cukup memberatkan pembentukan parpol, karena itu , untuk UU Parpol 90 % tidak perlu berubah, hanya perlu kejelasan kedudukan Mahkamah Partai berkaca dari kasus dualisme Partai Golkar dan PPP, harus dikasih jenis kelamin yang jelas, tidak mengambang, bahkan menjadi bahan perkara keluar masuk Pengadilan sampai Mahkamah Agung. Terpenting adalah perbaikan tata kelola partai politik, karena dari Parpol akan lahir calon pemimpin bangsa, alangkah mirisnya parpol hanya terlihat geliatnya hanya menjelang Pemilu atau Pilkada.
Akhirnya kita semua berharap Revisi UU Pemilu Serentak dalam rangka menyambut Pemilu 2019 sebagai pemilu serentak pertama Pileg dan Pilpres bisa membawa amanat para pendiri bangsa, sesuai pembukaan UUD 1945 membentuk suatu pemerintahan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan  kehidupan bangsa. serta tak kalah pentingnya perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara.

No comments:

Post a Comment